Laman

Rabu, 22 September 2010

Mutiara Didalam Diri Kita

Na paresaæ vilomâni. Na paresaæ katâkataæ. Attano va avekkheyya. Katâni akatâni ca : Janganlah menghiraukan omongan orang lain yang menyakitkan telinga; janganlah ikut campur mengawasi tugas yang telah atau belum dikerjakan orang lain. Perhatikan dan periksalah tugas diri sendiri, baik yang sudah atau belum dilaksanakan. KHUDDAKA NIKAYA, ITIVUTAKA : 14

MUTIARA PENCERAHAN ITU ADA DALAM DIRI KITA

Ini sebuah kisah Zen. Alkisahnya, ada seekor kodok yang baru saja pergi dari berjalan – jalan di daratan. Ketika kembali berenang di kolam, dia bertemu dengan seekor ikan mas yang telah mengenalnya.

“Halo Tuan Kodok, Anda dari mana saja ?”, “Oh, saya baru saja datang dari berjalan – jalan di daratan”, jawab Sang Kodok.

“Daratan ? Apa itu daratan ? Saya belum pernah mendengar ada tempat yang bernama daratan”.

“Daratan adalah tempat di mana Anda dapat berjalan – jalan diatasnya”, Sang Kodok mencoba menerangkan tentang daratan pada Si Ikan Mas.

“Oh ya, dapat berjalan – jalan diatasnya ? Saya tidak percaya bahwa Anda baru saja dari daratan. Menurut saya, tidak ada tempat yang disebut daratan”, Si Ikan Mas membantah dengan sengit.

“Baiklah jika Anda tidak percaya, yang pasti saya tadi memang datang dari daratan”, balas Sang Kodok dengan sabar.

“Tetapi, Tuan Kodok, coba katakan pada saya, apakah daratan itu dapat dibuat gelembung, jika saya bernafas didalamnya ?”

“Tidak”. “Apakah saya dapat menggerakkan sirip – sirip saya didalamnya ?” “Tidak”. “Apakah tembus cahaya ?” “Tidak”. “Apakah saya dapat bergerak mengikuti gelombang ?” “Tidak, tentu saja”, jawab Sang Kodok dengan sabar.

“Nah, Tuan Kodok, saya sudah menanyakan Anda tentang daratan dan semua jawaban Anda adalah “Tidak” dan itu berarti daratan itu tidak ada”, Si Ikan Mas menjawab dengan perasaan puas.

“Baiklah, jika Anda berkesimpulan seperti itu. Yang jelas, saya tadi memang datang dari daratan dan daratan itu nyata adanya”, Sang Kodok menjawab sambil berlalu.

Si Ikan Mas, karena dia adalah seekor ikan yang hidupnya di air maka dia tidak pernah mengetahui bahwa ada dunia lain selain dunia airnya. Karena dia hanya mengenal dunia air maka semua pertanyaan yang diajukan tentang daratan, tetap berkaitan dengan dunia air.

Sebaliknya Sang Kodok, dia dapat hidup di dua dunia, dunia air dan daratan. Karenanya, Sang Kodok mengerti bahwa ada dunia lain selain dunia air tempat para ikan hidup.

Dia mengerti sepenuhnya dunia air, dia juga mengerti sepenuhnya daratan karena dia sudah mengalami pengalaman empiris di dua dunia itu.

Demikian pula dengan Sang Buddha. Sang Buddha mengerti sepenuhnya alam duniawi beserta segala fenomenanya dan Nibbana sebagai pembebasan dari segala fenomena.

Karena Beliau telah mengalami pengalaman empiris kehidupan duniawi dan pencapaian Nibbana.

Kita adalah si ikan mas yang keras kepala. Sepanjang kita belum pernah mengalami pencapaian Nibbana, seberapa hebatnya Sang Buddha menerangi tentang Nibbana, kita tidak akan mengerti.

Sang Bukan berarti gagal mencerahi kita. Kebodohan kita sendirilah yang menghalangi pencerahan yang mestinya terjadi.

Mutiara pencerahan itu ada dalam diri kita. Sang Buddha telah menunjukkan jalannya. Kini yang perlu kita lakukan hanyalah meneguhkan hati untuk menjalani jalan yang telah ditunjukkan tersebut.

Mengalami sendiri pencapaian Nibbana dan mengerti apakah Nibbana itu dengan sepenuhnya. Dan menjadi orang yang memenangi pertarungan yang sejati.

SABBE SATTA SABBA DUKKHA PAMUCCANTU – SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATA :

Semoga semua makhluk hidup terbebaskan dari derita dan semoga semuanya senantiasa berbahagia,...sadhu,...sadhu,...sadhu,...

Bersyukurlah Selalu

Sudassaæ vajjamaññesaæ – Attano pana duddasaæ – Paresaæ hi so vajjâni. – Opunâti yathâbhusaæ – Attano pana châdeti – Kaliæva kitavâ saöho : Sungguh mudah melihat kesalahan orang lain. Tetapi sungguh sulit melihat kesalahan sendiri. Kesalahan orang lain disebarluaskan seperti menaburkan sekam. Namun kesalahan sendiri ditutup rapat ibarat pemburu burung yang bersembunyi di balik dahan pohon. KHUDDAKA NIKAYA, KHUDDAKAPATHA SUTTANIPATA : 28

SELALULAH BERSYUKUR !!!

Seorang anak laki – laki tunanetra duduk di tangga sebuah bangunan dengan sebuah topi terletak di dekat kakinya. Dia mengangkat sebuah papan yang bertuliskan : 'SAYA BUTA, TOLONG SAYA' Hanya ada beberapa keping uang di dalam topi itu.

Seorang pria berjalan melewati tempat anak ini. Dia mengambil beberapa keping uang dari sakunya dan menjatuhkannya ke dalam topi itu. Lalu dia mengambil papan, membaliknya dan menulis beberapa kata. Pria ini menaruh papan itu kembali sehingga orang yang lalu lalang dapat melihat apa yang dia baru tulis. Segera sesudahnya, topi itu pun terisi penuh. Semakin banyak orang memberi uang ke anak tuna netra ini.

Sore itu pria yang telah mengubah kata – kata di papan tersebut datang untuk melihat perkembangan yang terjadi. Anak ini mengenali langkah kakinya dan bertanya, : 'Apakah bapak yang telah mengubah tulisan di papanku tadi pagi ? Apa yang bapak tulis ?'

Pria itu berkata, : 'Saya hanya menuliskan sebuah kebenaran. Saya menyampaikan apa yang kamu telah tulis dengan cara yang berbeda' Apa yang dia telah tulis adalah : 'Hari ini adalah hari yang indah dan saya tidak bisa melihatnya'

Bukankah tulisan yang pertama dengan yang kedua sebenarnya sama saja ? Tentu arti kedua tulisan itu sama yaitu bahwa anak itu buta. Tetapi, tulisan yang pertama hanya mengatakan bahwa anak itu buta. Sedangkan, tulisan yang kedua mengatakan kepada orang – orang bahwa mereka sangatlah beruntung bahwa mereka dapat melihat.

Apakah kita perlu terkejut melihat tulisan yang kedua lebih efektif ?

MORAL DARI CERITA INI :

Bersyukurlah untuk segala yang telah Kita miliki. Jadilah kreatif dan innovatif.
Berpikirlah dari sudut pandang yang berbeda dan positif. Ajaklah orang – orang lain menuju hal – hal yang baik dengan hikmat. Jalani hidup ini tanpa dalih dan mengasihi tanpa rasa sesal.

Ketika hidup memberi engkau 100 alasan untuk menangis, tunjukkan pada hidup bahwa engkau memiliki 1000 alasan untuk tersenyum. Hadapi masa lalumu tanpa sesal. Tangani saat sekarang dengan percaya diri. Bersiaplah untuk masa depan tanpa rasa takut. Peganglah iman dan tanggalkan ketakutan.

Orang bijak berkata, : 'Hidup harus menjadi sebuah proses perbaikan yang terus berlanjut, membuang kejahatan dan mengembangkan kebaikan...Jika engkau ingin menjalani hidup tanpa rasa takut, engkau harus memiliki hati nurani yang baik sebagai tiketnya.

Hal yang terindah adalah melihat seseorang tersenyum...Tetapi yang terlebih indah adalah mengetahui bahwa engkau adalah alasan di belakangnya !

SABBE SATTA SABBA DUKKHA PAMUCCANTU – SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATA :

Semoga semua makhluk hidup terbebaskan dari derita dan semoga semuanya senantiasa berbahagia,...sadhu,...sadhu,...sadhu,...

Keunikan Agama Buddha

Evaæ anâvilamhi citte – So passati attadatthaæ paratthaæ :

Apabila airnya jernih, terlihatlah kerang, tiram, koral, pasir dan kumpulan ikan. Demikian pula, ...Apabila pikiran tidak keruh, tertampaklah manfaat bagi diri sendiri dan orang lain. KHUDDAKA NIKAYA, JATAKA I : 220

KEUNIKAN AJARAN BUDDHA

1. MENGANDALKAN DIRI SENDIRI

Sang Buddha berkata, : "Saya tidak pernah memiliki guru atau makhluk apapun yang mengajarkan cara mencapai pencerahan. Saya mencapai kebijaksanaan tertinggi dengan usaha, kekuatan, pengetahuan dan kemurnian sendiri."

Demikian pula, kita dapat mencapai semua tujuan kita melalui usaha yang sungguh – sungguh, bukan dengan mengandalkan pertolongan makhluk – makhluk di luar diri kita.

2. TIDAK ADA KEPERCAYAAN MEMBUTA

Buddha tidak menjanjikan kebahagiaan surgawi, imbalan atau keselamatan bagi orang yang percaya kepada – Nya. Buddha tidak menginginkan pengikut – Nya untuk percaya kepada – Nya secara membuta.

Ia menginginkan kita untuk berpikir dan paham oleh diri kita sendiri. Oleh karenanya ajaran Buddha disebut agama analisis. Buddha bahkann tidak tersinggung apalagi marah jika ada orang yang tidak sepaham dengan – Nya.

3. ILMIAH

Umat Buddha tidak pernah merasa perlu untuk memberikan tafsiran baru terhadap ajaran Buddha. Penemuan ilmiah belakangan ini tidak pernah bertentangan dengan ajaran Buddha karena ajaran dan metode Buddha bersifat ilmiah.

Asas – asas Buddhis dapat dipertahankan dalam keadaan apapun tanpa mengubah gagasan-gagasan dasarnya. Ajaran Buddha dihargai kaum cendikiawan, ilmuan, pemikir hebat, ahli filsafat, kaum rasionalis, bahkan pemikir bebas, sepanjang masa.

4 AJARAN MASA DEPAN

Albert Einstein, ilmuan paling terkemuka pada abad ke – 20 mengatakan : "Agama masa depan adalah agama kosmik. Melampaui Tuhan sebagai pribadi serta menghindari dogma dan teologi.

Mencakup baik alamiah maupun spiritual, agama tersebut seharusnya didasarkan pada rasa keagamaan yang timbul dari pengalaman akan segala sesuatu yang alamiah dan spiritual, berupa kesatuan yang penuh arti.

Ajaran Buddha menjawab gambaran ini... Jika ada agama yang akan memenuhi kebutuhan ilmiah modern, itu adalah ajaran Buddha."

SABBE SATTA SABBA DUKKHA PAMUCCANTU – SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATA :

Semoga semua makhluk hidup terbebaskan dari derita dan semoga semuanya senantiasa berbahagia,...sadhu,...sadhu,...sadhu,...

Indahnya Cinta Sejati

“Kammaæ satte vibhajati yadidaæ hînappaóîtatâya : Perbuatanlah yang membedakan makhluk hidup menjadi hina atau mulia”. MAJJHIMA NIKAYA, UPARIPANNASAKA : 596

INDAHNYA CINTA SEJATI

Ketika sedang merenovasi sebuah rumah, seseorang mencoba merontokkan tembok.

Rumah di Jepang biasanya memiliki ruang kosong diantara tembok yang terbuat dari kayu.

Ketika tembok mulai rontok, dia menemukan seekor kadal terperangkap diantara ruang kosong itu karena kakinya melekat pada sebuah paku.

Dia merasa kasihan sekaligus penasaran. Lalu ketika dia mengecek paku itu, ternyata paku tersebut telah ada di situ 10 tahun lalu ketika rumah itu pertama kali dibangun.

Apa yang terjadi ? Bagaimana anak kadal itu dapat bertahan dengan kondisi terperangkap selama 10 tahun ??? dalam keadaan gelap selama 10 tahun tanpa bergerak sedikitpun.

Itu adalah sesuatu yang mustahil dan tidak masuk akal.

Orang itu lalu berpikir, bagaimana kadal itu dapat bertahan hidup selama 10 tahun tanpa berpindah dari tempatnya sejak kakinya melekat pada paku itu !

Orang itu lalu menghentikan pekerjaannya dan memperhatikan kadal itu, apa yang dilakukan dan apa yang dimakannya hingga dapat bertahan.

Kemudian, tidak tahu darimana datangnya, seeko kadal lain muncul dengan makanan di mulutnya........

Orang itu merasa terharu melihat hal itu. Ternyata ada seekor kadal lain yang selalu mem perhatikan kadal yang terperangkap itu selama 10 tahun.

Sungguh ini sebuah cinta...cinta yang indah.

Cinta dapat terjadi bahkan pada hewan yang kecil seperti dua ekor kadal itu. Apa yang dapat dilakukan oleh cinta ? Tentu saja sebuah keajaiban.

Bayangkan, kadal itu tidak pernah menyerah dan tidak pernah berhenti memperhatikan pasangannya selama 10 tahun.

Bayangkan bagaimana hewan yang kecil itu dapat memiliki karunia yang begitu mengagumkan.

Saya tersentuh ketika membaca cerita ini. Lalu saya mulai berpikir tentang hubungan yang terjalin antara keluarga, teman, saudara lelaki, saudara perempuan.....

Masih sejauh mana rasa cinta itu ada untuk mereka ???

JANGAN PERNAH MENGABAIKAN ORANG YANG ANDA KASIHI…

SABBE SATTA SABBA DUKKHA PAMUCCANTU – SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATA :

Semoga semua makhluk hidup terbebaskan dari derita dan semoga semuanya senantiasa berbahagia,...sadhu,...sadhu,...sadhu,...

Ulambana – Chau Tu, Refleksi Bhakti Nyata Kepada Leluhur

“Semoga semua mahluk hidup, Yang telah dilahirkan ataupun yang belum lahir,
Semoga semuanya tanpa terkecuali merasakan kebahagiaan, Semoga mereka semuanya terbebas dari penderitaan”. ANGUTTARA NIKAYA, II. 72
Demikian yang telah kudengar. Pada suatu ketika, Sang Buddha tinggal di Savasti, di hutan Jeta di tengah taman Anathapindhika. Pada saat itu, Yang Mulia Bhikkhu Mogalana baru memiliki 6 kekuatan bathin (Sad Abhinna). Ia ingin membebaskan orang tuanya yang terlahir di alam sengsara. Dengan mata bathinnya, ia melihat ibunya terlahir sebagai setan kelaparan. Karena ibunya terlalu lama tidak mendapatkan makanan dan minuman maka hanya kulit saja yang membalut tulang di tubuhnya. Melihat hal ini, timbul rasa kasihan dalam diri Yang Mulia Bhikkhu Mogalana. Beliau mengisi patta (* Mangkok) – nya dengan makanan dan mengirimnya kepada sang ibu. Saat sang ibu menerimanya, ia memasukan makanan tersebut kedalam mulutnya tetapi makanan tersebut berubah menjadi arang yang membara dan iapun tidak dapat memakannya. Yang Mulia Bhikkhu Mogalana berteriak sekerasnya dan menangis melihat ibunya, ia kemudian menemui Sang Buddha untuk mencari jalan keluar dari masalah ini.
Sang Buddha menyabdakan bahwa karma buruk yang dimiliki ibu nya sangat berat dan berakar dalam. Dengan kekuatan sendiri, tidak akan mampu mengakhiri semua ini. Walaupun rasa bhakti mampu menggetarkan langit dan bumi, namun dewa langit, dewa bumi, peganut ajaran lain, para Brahmana bahkan raja adikuasa dari Catur Maharajika dan sebagainya pun tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk membantu. Kekuatan spriritual perkumpulan sangha dari 10 penjuru yang akan mampu untuk mewujudkan kebebasan ini. Sekarang Aku uraikan cara yang membawa keselamatan bagi semua penderitaan serta akar rintangan karma.
Sang Buddha bersabda kepada Yang Mulia Bhikkhu Mogalana bahwa bulan ke 7 hari ke 15 penanggalan lunar adalah hari Pavarana Sangha bagi perkumpulan Sangha (* Kumpulan bhikkhu / bhikkhuni min. 5 orang) di sepuluh penjuru. Untuk kepentingan 7 generasi orang tua di kehidupan yang lampau dan juga ayah atau ibu di kehidupan sekarang yang hidup dalam keadaan yang sangat menyedihkan maka engkau harus menyediakan dan mempersembahkan nasi dan bermacam macam sayur, dupa, minyak, pelita, perlengkapan istirahat dan semua barang terbaik yang diperuntukan bagi Sangha dari 10 penjuru. Pada hari itu, seluruh anggota Sangha, baik yang sedang bermeditasi di gunung – gunung yang telah mencapai tingkat Sotapana atau yang sedang berjalan dibawah pohon pohon atau yang telah memperoleh 6 kekuatan bathin (Sad Abhinna) dan sedang menjalankan kewajiban mengajarkan Dharma : kebenaran terluhur kepada para Savaka atau Pacceka Buddha di berbagai daerah, Bodhisttva Mahasattva yang berstatus Dasa Bhumi ( 10 tingkat bhumi ) dapat menjelmakan dirinya sebagai Bhikkhu, Bikkhuni dan berbaur dalam perkumpulan Sangha. Rombongan Arya tersebut datang ke tempat suci itu, bukan hanya menerima dana makanan. Tetapi mereka akan mempergunakan kewibawaan, kemampuan dan kebajikan mereka dari perilaku sila suci mereka. Jasa jasa agung itu mereka limpahkan kepada para leluhur atau orang tua para dermawan baik yang masih hidup atau kedua orang tua dermawan baik itu. Barang siapa mengadakan persembahan sangha ini maka orang tua – nya yang masih hidup dan leluhurnya yang telah meninggal dari 7 generasi di masa silam dan juga kerabatnya yang dekat akan terlepas dari 3 alam sengsara. Pada saat mereka dibebaskan secara cepat, mereka akan mendapatkan makananan dan pakaian. Jika orang tuanya masih hidup, mereka akan mendapatkan umur panjang dan tubuh yang sehat. Para leluhur dari 7 generasi di masa silam akan terlahir kembali di alam bahagia dan bebas memasuki sinar Mandarwa surga dan hidup penuh kebahagaiaan.
Pada hari upacara Ulambana yang diadakan oleh Yang Mulia Bhikkhu Mogalana, Sang Buddha yang mengumumkan dan meminta para Bhikkhu, Bhikkhuni dan Para Savaka Sangha yang telah berada di berbagai daerah untuk berkumpul. Guna mengadakan ritual pembacaan mantra dan pelimpahan jasa, kepada orang tua para dermawan, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal beserta 7 generasi leluhur di masa lalu. Seusai meditasi, barulah mereka menerima dana dan makanan beserta sajian lainnya yang sebelumnya diletakan di altar Buddha atau dikelilingkan pada stupa Buddha, setelah mereka membaca doa, dana baru dibagikan.
Pada saat upacara Ulambana selesai Yang Mulia Bhikkhu Mogalana bersama para Bhikkhu, Bhikkhuni dan Bodhisattva lainnya merasa sangat bergembira. Mulai saat itu perasaan duka Yang Mulia Bhikkhu Mogalana lenyap dan saat itu juga ibu Yang Mulia Bhikkhu Mogalana terbebas dari satu kalpa penderitaan di alam setan kelaparan. Yang Mulia Bhikkhu Mogalana berkata kepada Sang Buddha, sekarang ibu bersyukur karena diberkati oleh kekuatan jasa kebajikan dari Triratna beserta kebajikan dari kekuatan spiritual yang mengagumkan dari perkumpulan Sangha.
Apabila di kemudian hari putra putri yang berbudi, siswa Sang Buddha melakukan ritual Ulambana ini dan memberi persembahan kepada sangha, akankah mereka dapat menyelamatkan leluhur mereka seperti 7 generasi leluhur yang telh meninggal pada masa lalu ?
Sang Buddha menjawab, sadhu, sadhu, sadhu,...Saya sangat senang mendengar pertanyaanmu. Sesungguhnya hal – hal demikian penting itu telah siap Ku – uraikan kepada umat sekalian, akan tetapi perhatianmu telah mendahuluiku, wahai orang orang yang berbudi, apabila terdapat Bhikkhu, Bhikkhuni para raja, pangeran atau pejabat kerajaan serta para rakyat jelata berhasrat ingin berbakti, membalas kepada budi kedua orang tuanya yang telah melahirkan atau membalas 7 generasi keturunannya di masa silam, mereka dapat menyediakan berbagi macam makanan serta sajian lainnya pada hari Pavarana Sangha itu yang jatuh pada setiap tanggal 15 bulan 7 lunar, mengadakan upacara Ulambana memberi persembahan kepada perkumpulan Sangha yang datang dari 10 penjuru sehingga ayah bunda mereka yang masih hidup mendapatkan umur panjang dan sehat tanpa penderitaan bathin dan fisik, bebas dari bencana.
Sedangkan orang tua mereka yang telah meninggal beserta 7 keturunan generasi ayah ibunya dapat keluar dari alam setan kelaparan dan mereka dapat dilahirkan kembali di alam manusia atau bahkan alam dewa.
Barangsiapa yang ingin berbakti kepada leluhurnya serta kedua orang tua yang masih hidup, mereka seyogyanya senantiasa mengingat kedua orang tuannya yang masih hidup atau sudah meninggal itu. Setiap tahun tanggal 15 bulan 7 lunar, mengadakan upacara ulambana, memberi persembahan kepada buddha dan sangha, melimpahkan jasa kepada orang tua mereka di kehidupan sekarang dan 7 generasi di masa silam. Demikianlah semoga semua murid murid Sang Buddha dapat menghayati Dharma Sang Buddha yang amat berharga ini.
Pada saat itu Yang Mulia Bhikkhu Mogalana beserta keempat kelompok murid murid Buddha merasa gembira setelah mendengarkan kotbah Sang Buddha. Mereka bertekad untuk mempraktikannya.
SABBE SATTA SABBA DUKKHA PAMUCCANTU – SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATA : Semoga semua makhluk hidup terbebaskan dari derita dan semoga semuanya senantiasa berbahagia,...sadhu,...sadhu,...sadhu,...
* Untuk konsultasi, silakan ke HP 0819880604 dan add BlackBerry anda ke nomor Pin 216DE234.
OLeh : Pdt. DM. Peter Lim, S.Ag, MBA, M.Sc

AGAMA DAN KITAB SUCI

Those for whom there is no accumulation, who reflect well over their food, who have perceived void and unconditioned freedom – Their path is hard to trace, like that of birds in the air.

“Mereka yang tidak lagi menimbun [harta benda maupun perbuatan], yang merenungkan makanan sebelum memakannya, yang telah mencapai Pembebasan Mutlak, yang kosong dari noda batin dan markahnya; jalan kepergian orang – orang seperti ini sukar dilacak bagai burung – burung yang terbang di udara”. ARAHANTA VAGGA VII : 92

AGAMA DAN KITAB SUCI

Semua agama memiliki kitab suci atau kumpulan naskah suci yang menjadi dasar kepercayaan. Pada umumnya dinyatakan bahwa kitab suci itu berdasarkan wahyu dari Tuhan atau Dewa dari masing – masing agama dan oleh karenanya dianggap sempurna dan memiliki kekuasaan penuh.

Sang Buddha mengajarkan, bahwa agama yang berdasarkan pada naskah wahyu tidaklah cukup, karena beberapa alasan :

# PERTAMA: Ada demikian banyak agama yang berdasarkan pada naskah wahyu, semua menyatakan kitab suci mereka adalah kata – kata dari Tuhan tetapi pada kenyataannya semua naskah dari masing – masing agama / kepercayaan berisi ajaran dan pemahaman yang berbeda – beda.

# KEDUA : Adanya kecenderungan bersikap terlalu “membuku” semuanya dirujuk ke buku / Kitab suci.

Mereka yang kepercayaannya disandarkan pada naskah berdasarkan wahyu cenderung menghabiskan waktu memperdebatkannya kata demi kata, ayat demi ayat, sebab semua naskah dapat ditafsirkan bermacam – macam, mereka terlibat dalam perdebatan tentang “ yang mana adalah ” dan “ yang mana bukanlah ” tafsiran yang benar.

Mereka lebih cenderung memperhatikan buku – buku sehingga mengabaikan penelitian terhadap diri sendiri untuk pertumbuhan nilai spiritual sejati.

# KETIGA : Walau “Tuhan” menyampaikan wahyu itu lewat seorang Nabi, juga tidak ada cara untuk dapat memastikan sepenuhnya, apakah nabi itu telah mendengarkan dan mengerti Wahyu itu dengan tepat atau tidak.

Walau telah didengarkan dan dimengerti dengan baik sekalipun, maka wahyu itu dapat saja tidak direkam dengan baik untuk pewarisannya kemudian.

Dan memang pada kenyataannya, banyak naskah – naskah suci dari beberapa agama memiliki versi – versi yang berbeda dan beberapa bagian telah dikurangi atau ditambah, yang karenanya telah membuat kita ragu terhadap keasliannya.

Agama Buddha tidak menghadapi masalah – masalah seperti itu karena tidak ada pernyataan yang mengatakan bahwa naskah – naskah suci adalah Wahyu. Sebaliknya, naskah agama Buddha adalah penyampaian seorang manusia, yakni Sang Buddha, juga direkam oleh manusia.


Demi keselamatan, penganut agama lain mempercayai segala sesuatu yang ada pada kitab suci, sedangkan seorang Buddhis harus mengerti dan memahaminya sendiri, naskah suci hanyalah sarana untuk melaksanakan hal ini. Seperti yang disabdakan Sang Buddha dalam salah satu khotbahnya yang sangat terkenal, khotbah pada suku Kalama .

KALAMA SUTTA

“Janganlah percaya begitu saja berita yang disampaikan kepadamu atau oleh karena sesuatu yang sudah merupakan tradisi atau sesuatu yang didesas – desuskan.

Janganlah percaya begitu saja apa yang tertulis dalam kitab – kitab suci,
juga apa yang dikatakan sesuai logika dan kesimpulan belaka, juga apa yang kelihatannya cocok dengan pandanganmu atau karena ingin menghormati seorang pertapa yang menjadi gurumu…

Tetapi, setelah diselidiki sendiri, kamu mengetahui; “Hal ini berguna, hal ini tidak tercela, hal ini dibenarkan oleh para bijaksana, hal ini kalau terus dilakukan akan membawa keberuntungan dan kebahagiaan” maka sudah selayaknya kamu menerima dan hidup sesuai dengan hal – hal tersebut.”

Bagi agama lain, hal yang terpenting adalah Siapa yang mengucapkan naskah suci itu…..tetapi bagi seorang Buddhist, hal yang paling penting adalah apa yang diucapkan dan apakah itu tepat dan berfaedah ?

Seorang Buddhist dengan gembira dapat mengetahui nilai spiritual dari literatur suci dari agama lain dan darinya dapat menambah wawasannya ,sebab perhatian utama umat Buddha bukanlah pada pertahanan dan memperteguh dogma tetapi mengetahui Kebenaran….!

If you find truth in any religion, accept that truth : Jika engkau menemukan kebenaran dalam agama apapun, terimalah kebenaran itu !

SABBE SATTA SABBA DUKKHA PAMUCCANTU – SABBE SATTA BHAVANTU SUKHITATA :

Semoga semua makhluk hidup terbebaskan dari derita dan semoga semuanya senantiasa berbahagia,...sadhu,...sadhu,...sadhu,...